Selasa, 20 Mei 2025
Pemerintah Targetkan Penyelesaian RUU Cipta Kerja Tahap II
Pemerintah Targetkan Penyelesaian RUU Cipta Kerja Tahap II

Pemerintah Targetkan Penyelesaian RUU Cipta Kerja Tahap II

Pemerintah Targetkan Penyelesaian RUU Cipta Kerja Tahap II

Facebook Twitter WhatsApp Pinterest LinkedIn Tumblr Telegram Email Print
Pemerintah Targetkan Penyelesaian RUU Cipta Kerja Tahap II
Pemerintah Targetkan Penyelesaian RUU Cipta Kerja Tahap II

Pemerintah Targetkan Penyelesaian RUU kembali menggulirkan inisiatif reformasi regulasi dengan menargetkan penyelesaian Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja Tahap II pada tahun 2025. Langkah ini di anggap sebagai kelanjutan dari RUU Cipta Kerja yang sebelumnya telah di sahkan pada tahun 2023, yang bertujuan untuk menyederhanakan birokrasi, meningkatkan daya saing investasi, dan mendorong penciptaan lapangan kerja. Dalam tahap kedua ini, fokus di fokuskan pada penguatan harmonisasi kebijakan lintas sektor serta penyempurnaan aturan turunan yang menuai masukan dari berbagai pemangku kepentingan.

RUU Cipta Kerja Tahap II lahir dari evaluasi implementasi Undang-Undang Cipta Kerja pertama, yang sejak awal menuai berbagai tanggapan dari publik, baik berupa dukungan maupun kritik. Pemerintah menyadari bahwa proses harmonisasi kebijakan dan implementasi teknis di lapangan masih memerlukan penguatan, khususnya dalam menyelaraskan berbagai regulasi sektoral dan daerah yang seringkali bertabrakan.

Menurut Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, RUU Cipta Kerja Tahap II di fokuskan pada tiga hal utama: pertama, perbaikan tata kelola investasi agar lebih transparan dan akuntabel; kedua, peningkatan dukungan bagi pelaku UMKM dan ekonomi kreatif; dan ketiga, penyesuaian aturan ketenagakerjaan yang lebih berkeadilan dan adaptif terhadap dinamika pasar kerja. Selain itu, dalam RUU ini juga di rancang pasal-pasal baru yang mengatur ekonomi hijau dan transformasi digital sebagai pilar pembangunan jangka panjang.

Pemerintah menilai pentingnya penyesuaian terhadap perkembangan global, termasuk perubahan iklim, transformasi digital, dan krisis geopolitik. Oleh karena itu, RUU tahap kedua ini di harapkan mampu mengakomodasi kebutuhan regulasi yang lebih dinamis tanpa mengorbankan perlindungan sosial dan lingkungan hidup.

Pemerintah Targetkan Penyelesaian RUU ini tidak hanya untuk kepentingan jangka pendek melainkan juga menyasar visi Indonesia Emas 2045. RUU ini di harapkan menjadi fondasi kuat dalam membangun ekosistem regulasi yang inovatif, adil, dan berorientasi pada kesejahteraan rakyat.

Isi Pokok Dan Pemerintah Targetkan Penyelesaian RUU Cipta Kerja Tahap II

Isi Pokok Dan Pemerintah Targetkan Penyelesaian RUU Cipta Kerja Tahap II, seperti halnya tahap pertama, namun dengan penambahan beberapa klaster baru dan penyempurnaan pada klaster yang ada. Beberapa klaster yang menjadi perhatian utama dalam draft awal adalah: klaster ketenagakerjaan, klaster investasi dan perizinan, klaster UMKM dan koperasi, serta klaster lingkungan hidup dan kehutanan. Dalam tahap ini, juga di tambahkan klaster digitalisasi ekonomi dan klaster pembangunan wilayah tertinggal.

Pada klaster ketenagakerjaan, pemerintah berupaya menyeimbangkan kepentingan pengusaha dan pekerja. Beberapa isu yang akan di tinjau kembali antara lain fleksibilitas jam kerja, sistem pengupahan berbasis produktivitas, serta perluasan program jaminan sosial. Pemerintah juga mencanangkan pembentukan Dewan Ketenagakerjaan Nasional Independen untuk memastikan prinsip keadilan dan keberpihakan pada pekerja tetap di jaga. Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) telah mengajukan sejumlah catatan kritis terkait hal ini, menekankan pentingnya perlindungan hak-hak pekerja di tengah upaya deregulasi.

Di sisi UMKM, RUU ini akan memperkuat legalitas usaha kecil melalui penyederhanaan pendaftaran, insentif fiskal, dan peningkatan akses terhadap pasar digital. Pemerintah juga berencana memberikan perlindungan lebih besar terhadap koperasi sebagai bagian penting dari ekonomi kerakyatan. Hal ini sejalan dengan arahan Presiden Joko Widodo yang menyebutkan bahwa “ekonomi Indonesia harus bertumpu pada usaha rakyat yang kuat.” Langkah ini juga di topang oleh program pembinaan UMKM berbasis klaster dan digitalisasi koperasi.

Dalam klaster lingkungan hidup, salah satu perubahan besar adalah mekanisme AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) yang lebih adaptif, berbasis risiko, dan berbasis partisipasi publik. Pemerintah juga merencanakan pembentukan Komisi Evaluasi Lingkungan Nasional untuk mengawasi pelaksanaan regulasi ini. Hal ini dilakukan agar proses pembangunan tetap berwawasan lingkungan, serta menjawab kritik. Yang muncul dari organisasi lingkungan mengenai potensi degradasi alam akibat deregulasi. Pemerintah juga akan memperkuat sanksi administratif dan pidana terhadap pelanggaran lingkungan dalam RUU ini.

Proses Legislasi Dan Partisipasi Publik

Proses Legislasi Dan Partisipasi Publik dengan prinsip partisipatif dan transparan. Salah satu kritik utama terhadap UU Cipta Kerja sebelumnya adalah minimnya ruang partisipasi publik dan pembahasan yang di anggap terburu-buru. Untuk itu, sejak awal 2025, berbagai dialog publik dan forum konsultatif telah di gelar di berbagai wilayah, baik secara luring maupun daring. Pemerintah juga melibatkan platform digital seperti media sosial dan situs resmi untuk menjangkau generasi muda dan pelaku usaha digital.

Kementerian Hukum dan HAM bersama Sekretariat Negara membuka kanal daring khusus untuk menampung masukan masyarakat. Selain itu, dialog dengan asosiasi pengusaha, serikat pekerja, organisasi profesi, akademisi, dan LSM terus di lakukan secara reguler. Pemerintah juga menggandeng universitas untuk menyelenggarakan diskusi akademik dan penyusunan naskah akademik yang lebih komprehensif.

DPR RI sendiri telah membentuk Panitia Khusus (Pansus) yang akan membahas RUU ini secara intensif bersama pemerintah. Pimpinan DPR menegaskan bahwa proses legislasi kali ini akan di lakukan secara terbuka dan menjamin akuntabilitas setiap tahapan. Bahkan, sejumlah anggota DPR mendorong pelibatan Ombudsman dan Komnas HAM sebagai bentuk pengawasan eksternal yang independen.

Meskipun demikian, sejumlah kelompok sipil masih menyuarakan kekhawatiran atas kemungkinan lemahnya perlindungan terhadap pekerja, petani, dan lingkungan hidup. Mereka meminta agar draft RUU ini dapat segera di publikasikan secara luas untuk menghindari persepsi negatif dan membangun kepercayaan publik. Dalam beberapa aksi unjuk rasa damai, masyarakat sipil menyerukan pentingnya akuntabilitas dan keadilan regulasi yang lahir dari proses yang inklusif.

Untuk menjawab keraguan tersebut, pemerintah menyatakan akan merilis draf RUU dan naskah akademiknya sebelum pertengahan tahun. Serta memastikan bahwa waktu pembahasan di DPR cukup panjang untuk mencerminkan kualitas dan legitimasi produk hukum yang di hasilkan. Pemerintah juga akan membuat laporan berkala kepada publik tentang perkembangan pembahasan melalui media massa dan laman resmi kementerian terkait.

Tantangan Dan Harapan Menuju Pengesahan RUU

Tantangan Dan Harapan Menuju Pengesahan RUU Cipta Kerja Tahap II dapat selesai tahun ini, sejumlah tantangan masih membayangi. Salah satunya adalah dinamika politik di parlemen menjelang tahun politik 2026, yang berpotensi memengaruhi fokus dan konsentrasi pembahasan RUU. Selain itu, resistensi dari kelompok masyarakat sipil dan organisasi lingkungan juga masih cukup tinggi. Tantangan lainnya termasuk potensi konflik kepentingan, konsistensi regulasi daerah, serta kejelasan mekanisme implementasi teknis di lapangan.

Isu lainnya adalah harmonisasi antar-regulasi yang masih kerap menjadi penghambat efektivitas implementasi. Banyak peraturan daerah yang bertentangan dengan kebijakan pusat, sehingga di perlukan upaya sinkronisasi yang cermat. Pemerintah juga harus memastikan bahwa instrumen pelaksanaan seperti Peraturan Pemerintah (PP). Dan Perpres nantinya tidak tumpang tindih dan mudah di pahami oleh pelaku usaha. Pemerintah juga tengah menyiapkan sistem monitoring berbasis digital untuk mengawasi kepatuhan terhadap regulasi baru ini.

Dalam jangka panjang, keberhasilan RUU ini sangat tergantung pada kualitas implementasinya. Pemerintah dituntut untuk tidak hanya membuat regulasi yang baik, tetapi juga membangun sistem pengawasan dan evaluasi yang efektif. Oleh karena itu, peran lembaga pengawasan seperti BPKP dan KPK tetap penting untuk mengawal integritas pelaksanaan UU ini. Di samping itu, peran masyarakat dan media dalam melakukan kontrol sosial juga sangat di butuhkan agar regulasi ini benar-benar memberikan dampak positif.

Harapannya, RUU Cipta Kerja Tahap II dapat menjadi tonggak baru bagi pembangunan ekonomi inklusif dan berkelanjutan di Indonesia. Dengan penyusunan yang partisipatif, transparan, dan berbasis bukti, RUU ini di harapkan mampu. Menjawab tantangan zaman sekaligus memenuhi kebutuhan seluruh elemen masyarakat. Jika diterapkan dengan baik, RUU ini bisa menjadi warisan regulasi yang memperkuat. Fondasi perekonomian nasional menuju abad ke-21 berdasarkan Pemerintah Targetkan Penyelesaian RUU.

Share : Facebook Twitter Pinterest LinkedIn Tumblr Telegram Email WhatsApp Print

Artikel Terkait