Kamis, 20 November 2025
Philippines Di Sapu Topan Fung-Wong: Lebih dari 1,4 Juta Terpaksa Mengungsi
Philippines Di Sapu Topan Fung-Wong: Lebih dari 1,4 Juta Terpaksa Mengungsi

Philippines Di Sapu Topan Fung-Wong: Lebih dari 1,4 Juta Terpaksa Mengungsi

Philippines Di Sapu Topan Fung-Wong: Lebih dari 1,4 Juta Terpaksa Mengungsi

Facebook Twitter WhatsApp Pinterest LinkedIn Tumblr Telegram Email Print
Philippines Di Sapu Topan Fung-Wong: Lebih dari 1,4 Juta Terpaksa Mengungsi
Philippines Di Sapu Topan Fung-Wong: Lebih dari 1,4 Juta Terpaksa Mengungsi

Philippines Di Sapu Topan, Filipina kembali berduka pada awal November 2025. Negara kepulauan di Asia Tenggara itu di landa badai besar yang oleh badan cuaca PAGASA di namai Topan Fung-Wong — salah satu topan paling kuat dalam sejarah modern Filipina setelah Haiyan pada tahun 2013.

Dengan kecepatan angin maksimum mencapai 245 kilometer per jam dan curah hujan ekstrem hingga 600 milimeter dalam 24 jam, Fung-Wong meluluhlantakkan wilayah Visayas Timur, Luzon Tengah, dan Luzon Selatan, meninggalkan jejak kehancuran yang luas. Sejak mendarat pertama kali di pesisir Eastern Samar pada malam 2 November, badai ini bergerak cepat ke arah barat laut, melewati Quezon, Batangas, hingga Metro Manila.

Menurut PAGASA, tekanan udara Fung-Wong mencapai 890 hPa, menjadikannya badai kategori super typhoon. Dampak langsungnya adalah gelombang laut setinggi 6–9 meter, yang menenggelamkan beberapa desa pesisir. Di sepanjang pantai Samar dan Sorsogon, rumah-rumah dari bambu tersapu bersih, dan banyak warga hanya sempat menyelamatkan diri dengan pakaian di badan.

Pemerintah Filipina bergerak cepat dengan menetapkan status darurat nasional. Presiden Ferdinand Marcos Jr. mengumumkan bahwa seluruh sumber daya negara, termasuk militer dan kepolisian, di fokuskan pada upaya penyelamatan dan evakuasi. “Kita menghadapi bencana besar, tapi kita tidak sendirian. Negara-negara sahabat sudah menawarkan bantuan, dan kita akan bangkit,” ujar Marcos Jr. dalam pidato nasionalnya.

Kementerian Pertahanan melaporkan bahwa sedikitnya 1.435.000 orang telah di evakuasi ke lebih dari 2.100 pusat pengungsian di seluruh wilayah terdampak. Namun, laporan di lapangan menunjukkan banyak warga masih terjebak di desa-desa terpencil karena akses jalan tertutup lumpur dan reruntuhan.

Philippines Di Sapu Topan, Badan Meteorologi Jepang (JMA) menyebut Fung-Wong sebagai “badai sempurna” — kombinasi dari suhu laut tinggi di Pasifik barat dan aliran udara lembab dari Laut Cina Selatan yang memperkuat rotasi angin.

Krisis Pengungsian Dan Ancaman Kesehatan: 1,4 Juta Jiwa Di Tengah Keterbatasan

Krisis Pengungsian Dan Ancaman Kesehatan: 1,4 Juta Jiwa Di Tengah Keterbatasan, hanya dalam dua hari setelah Fung-Wong mendarat, lebih dari 1,4 juta penduduk terpaksa meninggalkan rumah mereka. Sekolah, gereja, balai kota, bahkan stasiun bus di ubah menjadi tempat penampungan darurat. Banyak pengungsi harus tidur berdesakan, dengan akses terbatas terhadap air bersih dan makanan.

Di provinsi Batangas, seorang guru sekolah dasar bernama Noemi Ramos mengatakan bahwa 800 orang kini menempati ruang kelas yang semula di gunakan untuk belajar. “Kami membagi ruang dengan kardus sebagai sekat. Setiap orang hanya punya ruang sekitar satu meter untuk tidur,” ujarnya kepada Manila Bulletin.

Masalah kesehatan mulai muncul hanya beberapa hari setelah evakuasi besar-besaran. Departemen Kesehatan (DOH) mencatat adanya lonjakan kasus diare, infeksi kulit, dan demam berdarah di kamp pengungsian. Sanitasi yang buruk, tumpukan sampah, dan air tergenang memperparah situasi.

WHO segera mengirimkan tim tanggap darurat untuk membantu pemerintah Filipina mendirikan klinik lapangan, memasok obat-obatan dasar, dan menyediakan vaksinasi untuk anak-anak. “Anak-anak dan lansia paling rentan. Kami harus bertindak cepat sebelum wabah muncul,” kata Dr. Rabindra Abeyasinghe, perwakilan WHO untuk Filipina.

Di sisi logistik, bantuan dari berbagai organisasi internasional mulai berdatangan, tetapi distribusinya tidak mudah. Banjir dan longsor menutup jalan raya utama yang menghubungkan pelabuhan-pelabuhan penting di Luzon Selatan. Tentara Filipina menggunakan helikopter Black Hawk dan kapal perang BRP Davao del Sur untuk menyalurkan makanan dan air ke pulau-pulau yang terisolasi.

Namun, banyak laporan tentang penjarahan dan kekurangan pasokan di beberapa wilayah terpencil. Pemerintah memperingatkan bahwa krisis pangan dapat memburuk jika tidak segera di tangani. “Kami butuh bahan bakar, kami butuh listrik, kami butuh logistik. Bencana ini bukan hanya soal badai, tapi soal ketahanan nasional,” ujar Sekretaris Pertahanan Gilbert Teodoro.

Dampak Ekonomi: Kerugian Triliunan Peso, Pertanian Dan Energi Lumpuh

Dampak Ekonomi: Kerugian Triliunan Peso, Pertanian Dan Energi Lumpuh, selain menelan korban jiwa dan menghancurkan infrastruktur, Topan Fung-Wong juga membawa pukulan besar terhadap ekonomi Filipina. Menurut perkiraan awal dari Department of Finance (DOF) dan Department of Agriculture (DA), total kerugian ekonomi akibat badai ini mencapai ₱190 miliar peso Filipina (sekitar 3,2 miliar dolar AS).

Sektor pertanian paling terpukul. Lebih dari 230.000 hektar lahan padi, jagung, dan tebu rusak total di Luzon Tengah dan Visayas Timur.

Pemerintah berencana menyalurkan bantuan tunai dan benih baru untuk petani yang terdampak. Namun, proses ini di perkirakan memakan waktu panjang mengingat banyak irigasi dan gudang pertanian hancur.

Sektor energi juga lumpuh. National Grid Corporation of the Philippines (NGCP) melaporkan pemadaman listrik di 12 provinsi. Lebih dari 6 juta rumah tangga tidak memiliki listrik selama berhari-hari. Perusahaan energi memperingatkan bahwa pemulihan penuh bisa memakan waktu dua hingga tiga minggu. Karena banyak tiang transmisi roboh dan jalur kabel terputus.

Krisis listrik ini berdampak domino pada industri dan rumah sakit. Di Metro Manila, beberapa fasilitas medis terpaksa beroperasi dengan generator cadangan. Industri manufaktur di kawasan Calabarzon juga melaporkan kerugian besar akibat gangguan pasokan energi.

Dari sisi keuangan, bursa saham Filipina (PSE) sempat jatuh 2,3% pada hari perdagangan pertama setelah badai. Investor asing menarik sebagian modal mereka, sementara nilai peso Filipina melemah ke ₱59,2 per dolar AS, titik terendah dalam lima bulan terakhir.

Ekonom dari Asian Development Bank (ADB) memperkirakan bahwa pertumbuhan ekonomi Filipina pada kuartal keempat 2025 bisa turun 0,6–0,8 poin persentase. Mereka menekankan bahwa badai semacam ini semakin sering terjadi dan menambah beban fiskal negara.

Untuk merespons, Kementerian Keuangan menyiapkan rencana penerbitan obligasi hijau (green bonds) untuk membiayai program rehabilitasi infrastruktur dan energi bersih. “Kita harus berinvestasi dalam ketahanan iklim, bukan hanya menambal kerusakan,” kata Menteri Keuangan Benjamin Diokno.

Reaksi Dunia Dan Jalan Panjang Pemulihan Filipina

Reaksi Dunia Dan Jalan Panjang Pemulihan Filipina, tragedi ini mendapat perhatian besar dari dunia internasional. Negara-negara sahabat segera menyalurkan bantuan kemanusiaan, memperlihatkan solidaritas global terhadap Filipina.

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengumumkan dana bantuan darurat sebesar US$50 juta untuk operasi tanggap bencana. Amerika Serikat mengirimkan kapal induk USS Ronald Reagan yang membawa helikopter, tenda, dan suplai makanan. Jepang melalui JICA mengirim tim ahli teknik untuk memperbaiki infrastruktur yang rusak, sementara Australia menyalurkan bantuan logistik senilai A$10 juta.

Uni Eropa mengaktifkan European Civil Protection Mechanism untuk mempercepat pengiriman bantuan. Bahkan negara-negara ASEAN seperti Indonesia, Malaysia, dan Singapura turut mengirimkan pasokan medis dan makanan.

Pemerintah Filipina mengumumkan rencana besar pasca-badai bernama “Build Back Better 2026”, yang menargetkan pembangunan ulang infrastruktur tahan bencana. Fokusnya adalah relokasi pemukiman dari daerah rawan banjir, pembangunan sistem peringatan dini yang lebih canggih, dan investasi besar di sektor energi terbarukan.

Namun, tantangan masih panjang. Pemulihan sosial, ekonomi, dan psikologis masyarakat di perkirakan akan memakan waktu lebih dari dua tahun. Banyak keluarga kehilangan rumah, mata pencaharian, dan bahkan anggota keluarga.

Topan Fung-Wong menjadi simbol baru dari ancaman iklim ekstrem di Asia Pasifik. Data dari World Meteorological Organization (WMO) menunjukkan bahwa suhu laut di Pasifik Barat naik 0,8°C lebih tinggi dari rata-rata 30 tahun terakhir — cukup untuk memperkuat badai sebesar 10–20%.

“Fung-Wong bukanlah kejadian kebetulan, ini adalah konsekuensi dari perubahan iklim yang di picu oleh manusia,” tegas Dr. Yulo-Loyzaga, Menteri Lingkungan Hidup Filipina. “Jika kita tidak mengubah arah, badai-badai berikutnya akan lebih sering dan lebih mematikan.”

Di tengah reruntuhan, semangat rakyat Filipina tetap menyala. Relawan muda, kelompok agama, dan masyarakat sipil bekerja bahu-membahu membersihkan puing, mendirikan dapur umum, dan membantu korban. “Kami mungkin hancur secara fisik,” ujar seorang relawan Palang Merah di Quezon, “tapi semangat bayanihan — semangat gotong royong Filipina — tidak akan pernah padam” Philippines Di Sapu Topan.

Share : Facebook Twitter Pinterest LinkedIn Tumblr Telegram Email WhatsApp Print

Artikel Terkait