News
Pasar Mobil Indonesia Masih Lesu, Penjualan Baru Capai 70.892 Unit Maret 2025
Pasar Mobil Indonesia Masih Lesu, Penjualan Baru Capai 70.892 Unit Maret 2025

Pasar Mobil Indonesia, pasar otomotif Indonesia kembali menunjukkan tanda-tanda perlambatan. Berdasarkan data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (GAIKINDO), total penjualan mobil dari pabrikan ke dealer (wholesales) pada Maret 2025 hanya mencapai 70.892 unit. Angka ini turun sekitar 5,1 persen di bandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Capaian ini juga menjadi angka terendah sejak awal 2023, menandakan bahwa pemulihan pasca-pandemi belum benar-benar menguat di sektor otomotif. Jika di akumulasikan selama kuartal pertama 2025, total penjualan nasional baru menyentuh 205 ribu unit. Atau menurun sekitar 4,7 persen di bandingkan kuartal pertama 2024.
Ketua Umum GAIKINDO, Yohannes Nangoi, menjelaskan bahwa pelemahan pasar ini di sebabkan oleh beberapa faktor utama. Antara lain daya beli masyarakat yang belum sepenuhnya pulih, kenaikan bunga kredit kendaraan, serta ketidakpastian ekonomi global yang membuat konsumen lebih berhati-hati dalam berbelanja barang besar seperti mobil.
Data GAIKINDO menunjukkan bahwa beberapa merek besar seperti Toyota, Daihatsu, dan Honda masih mendominasi pasar. Namun tidak ada pertumbuhan signifikan dari sisi volume. Bahkan, beberapa merek Eropa dan Amerika mencatat penurunan hingga dua digit karena harga jual yang semakin tidak kompetitif.
Menariknya, penjualan kendaraan hybrid (HEV) justru meningkat sekitar 5 persen di periode yang sama. Menandakan adanya pergeseran preferensi konsumen ke arah kendaraan hemat energi. Berdasarkan laporan Katadata Insight Center, penjualan mobil hybrid mencapai sekitar 5.100 unit di Maret 2025, meningkat dari 4.800 unit di bulan sebelumnya.
Pasar Mobil Indonesia, Secara keseluruhan, performa pasar otomotif pada awal tahun ini menjadi cermin kondisi ekonomi nasional yang masih dalam tahap penyesuaian. Meski beberapa sektor seperti manufaktur dan ekspor mulai tumbuh, konsumsi domestik — yang menjadi motor utama penjualan mobil — masih lemah.
Daya Beli Melemah, Kredit Ketat, Dan Persaingan Pasar Yang Semakin Padat
Daya Beli Melemah, Kredit Ketat, Dan Persaingan Pasar Yang Semakin Padat, lesunya penjualan mobil bukan hanya di sebabkan oleh faktor eksternal seperti globalisasi dan geopolitik, tetapi juga oleh masalah struktural di dalam negeri.
Salah satu faktor paling krusial adalah daya beli masyarakat kelas menengah. Menurut laporan Bank Indonesia kuartal pertama 2025, indeks keyakinan konsumen (IKK) turun menjadi 119 poin, dari 124 poin di akhir 2024. Artinya, kepercayaan masyarakat terhadap kondisi ekonomi masa depan menurun.
Hal ini berimplikasi langsung pada keputusan pembelian barang tahan lama (durable goods), termasuk mobil. Sebagian besar konsumen memilih menunda pembelian hingga situasi ekonomi lebih stabil.
Selain itu, kebijakan suku bunga kredit kendaraan bermotor (KKB) yang masih tinggi turut menjadi penghambat. Sejak akhir 2024, rata-rata bunga KKB di perbankan nasional berada di kisaran 8,5–10 persen per tahun, membuat cicilan bulanan menjadi lebih berat.
Di sisi lain, persaingan pasar yang semakin padat juga membuat produsen harus bekerja lebih keras. Masuknya pabrikan Cina seperti Wuling, BYD, dan Chery membawa dinamika baru. Mereka agresif meluncurkan model baru dengan harga kompetitif dan fitur canggih, terutama di segmen SUV dan mobil listrik.
Sementara itu, produsen Jepang seperti Toyota dan Honda masih mempertahankan pangsa pasar terbesar. Namun menghadapi tekanan dari sisi inovasi dan harga. Toyota, misalnya, masih mengandalkan model populer seperti Avanza dan Innova, namun mulai memperkuat lini hybrid untuk menjaga relevansi pasar.
Dari sisi konsumen, fenomena “wait and see” juga terjadi karena banyak yang memperkirakan akan ada penurunan harga mobil listrik atau hybrid setelah pemerintah mengeluarkan kebijakan insentif baru pada paruh kedua tahun ini.
Kondisi ini menyebabkan penjualan mobil di dealer stagnan. Banyak dealer mengaku bahwa stok kendaraan menumpuk lebih lama di banding tahun sebelumnya. Rata-rata waktu perputaran stok kini mencapai 65 hari, naik dari 45 hari pada 2024.
Harapan Baru Di Segmen Elektrifikasi Dan Produksi Domestik
Harapan Baru Di Segmen Elektrifikasi Dan Produksi Domestik, meski pasar otomotif secara umum tengah lesu, segmen kendaraan listrik (EV dan HEV) justru menjadi titik terang yang menjanjikan.
Pemerintah Indonesia menargetkan 2 juta unit kendaraan listrik beredar di jalan pada 2030. Seiring dengan upaya menurunkan emisi karbon sebesar 31,8 persen pada tahun yang sama. Untuk mencapai target tersebut, pemerintah memberikan berbagai insentif fiskal. Seperti pembebasan PPN hingga 0 persen untuk EV yang di rakit di dalam negeri, serta subsidi pembelian langsung bagi konsumen dengan NIK terdaftar.
Selain itu, investasi besar di sektor baterai dan komponen EV mulai menunjukkan hasil konkret. Pada awal 2025, Hyundai dan LG Energy Solution telah memulai produksi massal baterai di pabrik Cikarang, dengan kapasitas 10 gigawatt-hour per tahun. Sementara BYD mengumumkan rencana investasi baru senilai US$ 1,5 miliar untuk pabrik perakitan EV di Karawang.
Ekonom industri dari Universitas Indonesia, Larasati Putri, menilai bahwa industri otomotif Indonesia tengah memasuki fase transisi besar.
Selain sektor manufaktur, potensi ekonomi digital juga turut memperkuat rantai nilai otomotif. Platform daring seperti OLX Autos, Carsome, dan Moladin memperluas pasar mobil bekas serta mempermudah proses pembiayaan digital. Dengan strategi omnichannel, konsumen kini bisa membeli, menjual, atau membiayai mobil secara online tanpa harus ke dealer fisik.
Namun, tantangan terbesar tetap pada adopsi EV di luar kota besar. Keterbatasan infrastruktur pengisian daya masih menjadi hambatan utama. Saat ini, jumlah stasiun pengisian daya (SPKLU) di seluruh Indonesia baru mencapai sekitar 2.000 titik, sebagian besar terkonsentrasi di Jakarta, Surabaya, dan Bali.
Untuk mempercepat transisi ini, Kementerian ESDM menargetkan 10.000 titik SPKLU aktif pada 2028, termasuk yang di danai oleh swasta. Jika target ini tercapai, Indonesia bisa menjadi pusat produksi sekaligus pasar EV terbesar di Asia Tenggara.
Prospek Ke Depan Dan Strategi Pemulihan Pasar Otomotif Nasional
Prospek Ke Depan Dan Strategi Pemulihan Pasar Otomotif Nasional, menghadapi tantangan pasar, berbagai pihak kini berfokus pada strategi pemulihan jangka menengah.
Pemerintah menegaskan komitmen untuk menjaga stabilitas harga dan inflasi agar daya beli masyarakat tidak terus menurun. Bank Indonesia juga berpotensi menurunkan suku bunga acuan pada semester kedua 2025 jika inflasi terkendali. Langkah ini di harapkan dapat menurunkan bunga kredit kendaraan dan mendorong permintaan baru.
Selain kebijakan moneter, industri juga mendorong inovasi produk dan digitalisasi layanan. Produsen seperti Toyota dan Honda mulai mengintegrasikan fitur konektivitas digital, seperti sistem infotainment berbasis AI dan layanan perawatan daring.
Sementara itu, dealer otomotif kini tidak hanya mengandalkan penjualan kendaraan baru. Tetapi juga mengembangkan layanan purna jual, penyewaan jangka panjang (leasing), dan layanan digital untuk memperkuat pendapatan.
“Bisnis otomotif ke depan tidak bisa hanya bergantung pada volume penjualan. Ekosistem layanan digital dan kendaraan listrik akan menentukan siapa yang bertahan,” ujar Adrian Hartanto, analis dari lembaga riset Frost & Sullivan.
Dalam jangka panjang, pemulihan pasar otomotif Indonesia akan bergantung pada keberhasilan adaptasi terhadap tren global, seperti dekarbonisasi, digitalisasi, dan integrasi rantai pasok regional.
Peluang juga terbuka di sektor ekspor. Saat ini, Indonesia telah mengekspor lebih dari 500 ribu unit mobil per tahun, dengan tujuan utama ke Filipina, Thailand, dan Australia. Jika produksi EV dalam negeri terus meningkat, nilai ekspor otomotif nasional bisa menembus US$ 10 miliar per tahun pada 2030.
GAIKINDO memperkirakan bahwa dengan kombinasi insentif fiskal, kebijakan kredit yang lebih longgar, dan transformasi digital, penjualan mobil nasional bisa kembali tumbuh 5–7 persen per tahun mulai 2026.
Namun, untuk mencapai itu, di butuhkan kerja sama lintas sektor. Antara pemerintah, produsen, lembaga keuangan, dan masyarakat — agar industri otomotif tidak hanya bertahan, tapi juga menjadi penggerak utama ekonomi Indonesia di era transisi energi Pasar Mobil Indonesia.