Kamis, 20 November 2025
Kementerian Kominfo Tegaskan Sanksi Ke Platform Jika Langgar Perlindungan Anak Online
Kementerian Kominfo Tegaskan Sanksi Ke Platform Jika Langgar Perlindungan Anak Online

Kementerian Kominfo Tegaskan Sanksi Ke Platform Jika Langgar Perlindungan Anak Online

Kementerian Kominfo Tegaskan Sanksi Ke Platform Jika Langgar Perlindungan Anak Online

Facebook Twitter WhatsApp Pinterest LinkedIn Tumblr Telegram Email Print
Kementerian Kominfo Tegaskan Sanksi Ke Platform Jika Langgar Perlindungan Anak Online
Kementerian Kominfo Tegaskan Sanksi Ke Platform Jika Langgar Perlindungan Anak Online

Kementerian Kominfo, menegaskan komitmennya untuk menindak tegas platform digital yang melanggar aturan perlindungan anak di dunia maya. Pernyataan ini di sampaikan langsung oleh Menteri Kominfo Budi Arie Setiadi, Senin (10/11), di Jakarta, setelah rapat koordinasi nasional mengenai literasi digital dan keamanan siber.

Dalam konferensi persnya, Budi Arie menyatakan bahwa setiap platform—baik media sosial, layanan streaming, maupun game online—yang gagal menerapkan standar keamanan bagi anak akan di kenai sanksi administratif hingga pemblokiran sementara. Langkah ini di ambil setelah meningkatnya laporan terkait eksploitasi digital terhadap anak, termasuk penyebaran konten tidak pantas, perundungan siber, hingga pencurian data pribadi.

Pemerintah melalui Kominfo telah menandatangani Peraturan Menteri Kominfo (Permenkominfo) No. 12 Tahun 2025 tentang Perlindungan Anak di Ruang Digital. Regulasi ini mengatur kewajiban platform digital untuk:

  1. Memiliki sistem verifikasi usia pengguna.
  2. Menyediakan fitur kontrol orang tua (parental control).
  3. Menyaring dan menghapus konten yang mengandung kekerasan, pornografi, atau ujaran kebencian terhadap anak.

Langkah ini merupakan bagian dari upaya pemerintah memperkuat ekosistem digital yang aman, menyusul pesatnya pertumbuhan pengguna internet di Indonesia yang kini telah mencapai 220 juta pengguna, di mana sekitar 33% di antaranya adalah anak dan remaja di bawah usia 18 tahun.

Direktur Jenderal Aplikasi Informatika, Semuel Abrijani Pangerapan, menambahkan bahwa Kominfo akan bekerja sama dengan Interpol, UNICEF, dan lembaga nasional seperti KPAI dan ECPAT Indonesia untuk memperluas jangkauan pengawasan. “Kami akan menggunakan sistem deteksi otomatis berbasis AI untuk mendeteksi konten berbahaya yang menyasar anak-anak. Pendekatannya berbasis teknologi dan kolaborasi internasional,” ujarnya.

Kementerian Kominfo, Pemerintah menilai, tanpa regulasi tegas, anak-anak Indonesia berisiko menjadi korban manipulasi digital yang berdampak jangka panjang terhadap kesehatan mental dan keamanan data pribadi mereka.

Latar Belakang: Kasus Maraknya Eksploitasi Anak Di Dunia Maya

Latar Belakang: Kasus Maraknya Eksploitasi Anak Di Dunia Maya, langkah Kominfo memperketat pengawasan terhadap platform digital bukan tanpa alasan. Dalam dua tahun terakhir, data menunjukkan peningkatan signifikan pada kasus eksploitasi anak secara online.

Menurut laporan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), sejak 2023 hingga 2025 terdapat lebih dari 2.100 kasus kekerasan digital terhadap anak, mencakup cyberbullying, grooming online, penipuan digital, dan penyebaran konten eksplisit anak.

Sementara itu, lembaga non-pemerintah ECPAT Indonesia mencatat bahwa lebih dari 70% korban eksploitasi seksual daring berusia di bawah 16 tahun, dan banyak kasus terjadi di platform populer seperti TikTok, Instagram, serta beberapa game online yang tidak memiliki sistem penyaringan ketat.

KPAI menyebut bahwa lemahnya verifikasi usia dan pengawasan algoritma platform menjadi akar utama masalah ini. Banyak aplikasi hanya menggunakan fitur “konfirmasi umur” tanpa validasi identitas pengguna, sehingga anak di bawah umur mudah mengakses konten dewasa.

“Anak-anak Indonesia kini hidup di dunia digital sejak usia dini. Namun, perlindungan mereka belum sebanding dengan risiko yang di hadapi,” ujar Ketua KPAI, Ai Maryati Shalihah.

KPAI juga mengungkap bahwa maraknya iklan digital yang menargetkan anak-anak telah menciptakan risiko baru: eksploitasi komersial terselubung. Banyak perusahaan menggunakan data perilaku anak di media sosial untuk memasarkan produk tanpa persetujuan orang tua.

Kasus terbaru yang sempat viral terjadi di awal November 2025. Ketika konten tidak pantas muncul di platform video anak-anak dan sempat di tonton lebih dari 200 ribu kali sebelum di hapus. Insiden tersebut memicu protes publik dan menjadi salah satu pemicu utama keluarnya kebijakan baru dari Kominfo.

Pakar keamanan digital Pratama Persadha menilai langkah pemerintah sudah tepat, namun ia mengingatkan perlunya keseimbangan antara perlindungan dan kebebasan digital. “Kita tidak boleh hanya mengandalkan sensor. Yang lebih penting adalah literasi digital bagi orang tua dan anak agar mereka mampu mengenali risiko sejak dini,” katanya.

Tanggung Jawab Platform Dan Mekanisme Pengawasan Baru

Tanggung Jawab Platform Dan Mekanisme Pengawasan Baru, dalam peraturan baru, Kominfo mewajibkan setiap platform digital yang beroperasi di Indonesia untuk melaporkan kebijakan perlindungan anak secara transparan. Jika terbukti lalai, mereka dapat di kenakan sanksi bertingkat mulai dari peringatan, denda administratif, pembatasan akses, hingga pencabutan izin operasi.

Kominfo akan membentuk Satuan Tugas Perlindungan Anak Digital Nasional (SATGAS PADINA). Yang bertugas melakukan audit rutin terhadap aplikasi, situs, dan game daring. Satgas ini terdiri atas unsur pemerintah, akademisi, masyarakat sipil, dan organisasi anak.

Menteri Budi Arie menegaskan, “Kami tidak ingin regulasi ini hanya menjadi macan kertas. Platform yang tidak patuh akan di tindak.”

Salah satu inovasi penting dalam kebijakan ini adalah penerapan Sistem Penilaian Keamanan Digital Anak (Child Online Safety Index). Yang akan mengklasifikasikan platform berdasarkan tingkat keamanan mereka. Platform dengan skor rendah akan masuk daftar pemantauan khusus dan berisiko kehilangan izin distribusi di Indonesia.

Beberapa perusahaan teknologi global seperti Google, Meta, dan TikTok menyambut baik kebijakan ini dan menyatakan kesiapan untuk bekerja sama. Google Indonesia, melalui juru bicaranya Putri Anindita, mengatakan bahwa mereka sedang mengembangkan fitur Safe Family Mode yang akan di uji coba di Indonesia pada awal 2026.

Namun, tantangan terbesar masih datang dari platform luar negeri yang tidak memiliki perwakilan resmi di Indonesia. Banyak aplikasi atau situs berbasis luar negeri yang sulit di jangkau oleh regulasi nasional. Untuk itu, Kominfo akan memanfaatkan kerja sama lintas negara melalui mekanisme Digital Cooperation Framework di ASEAN dan G20.

Menurut Ahmad M. Ramli, mantan Dirjen Pos dan Informatika, langkah ini merupakan momentum penting menuju kedaulatan digital. “Negara harus berani menegakkan aturan, terutama ketika menyangkut keselamatan anak. Internet bukan wilayah tanpa hukum,” ujarnya.

Menuju Ekosistem Digital Ramah Anak: Tantangan Dan Harapan

Menuju Ekosistem Digital Ramah Anak: Tantangan Dan Harapan, meski kebijakan baru ini di sambut positif, para pengamat menilai perlindungan anak di dunia digital memerlukan pendekatan yang lebih holistik. Tidak cukup hanya mengatur platform; keluarga, sekolah, dan masyarakat juga harus di libatkan aktif dalam pendidikan digital.

Menurut riset Lembaga Demografi Universitas Indonesia (LDUI), 85% orang tua di Indonesia tidak memiliki pengetahuan cukup tentang cara melindungi anak dari risiko online. Sebagian besar hanya mengandalkan larangan tanpa pengawasan aktif, yang justru dapat mendorong anak mencari jalan lain untuk mengakses konten digital.

Karena itu, Kominfo akan memperluas Program Literasi Digital Nasional “Indonesia Makin Cakap Digital” dengan menambahkan modul khusus tentang parental guidance online. Program ini menargetkan 10 juta keluarga di seluruh Indonesia hingga 2027.

Selain itu, Kominfo bekerja sama dengan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) untuk memperkenalkan kurikulum keamanan digital di sekolah-sekolah dasar dan menengah.

Pemerintah juga berencana membentuk pusat aduan nasional perlindungan anak digital yang bisa di akses melalui aplikasi Laporkan.id. Aplikasi ini memungkinkan masyarakat melaporkan konten berbahaya hanya dengan satu klik, dan laporan akan langsung di teruskan ke tim pengawasan Kominfo.

Namun, ia juga mengingatkan pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pelaksanaan kebijakan. “Kominfo harus memastikan bahwa kebijakan perlindungan anak tidak berubah menjadi alat sensor berlebihan. Fokusnya harus tetap pada keselamatan, bukan pembatasan kebebasan berekspresi.”

Dengan sinergi antar lembaga dan partisipasi publik, Indonesia di harapkan dapat menjadi salah satu negara pelopor dalam perlindungan anak digital di Asia Tenggara.

“Anak-anak adalah masa depan bangsa,” kata Budi Arie menutup konferensi persnya. “Menjaga mereka di dunia digital adalah tanggung jawab kita semua—pemerintah, orang tua, dan platform teknologi” Kementerian Kominfo.

Share : Facebook Twitter Pinterest LinkedIn Tumblr Telegram Email WhatsApp Print

Artikel Terkait