Site icon BeritaMedia24

Pemadaman Internet Dan Listrik Di Tanzania: Pelanggaran HAM

Pemadaman Internet Dan Listrik Di Tanzania: Pelanggaran HAM
Pemadaman Internet Dan Listrik Di Tanzania: Pelanggaran HAM

Pemadaman Internet Tanzania, negara yang selama ini di kenal dengan stabilitas politik dan pertumbuhan ekonomi yang relatif konsisten di kawasan Afrika Timur, kini tengah menjadi sorotan dunia internasional setelah pemerintahnya di duga memadamkan jaringan internet dan listrik secara luas di beberapa wilayah penting. Kejadian ini memicu gelombang kecaman dari berbagai lembaga hak asasi manusia, aktivis, hingga lembaga internasional yang menilai tindakan tersebut sebagai pelanggaran serius terhadap kebebasan berekspresi dan hak untuk mendapatkan informasi.

Pemadaman internet di Tanzania pertama kali di laporkan terjadi pada malam menjelang aksi protes besar-besaran yang di gelar oleh masyarakat sipil, mahasiswa, dan kelompok oposisi. Demonstrasi itu menuntut transparansi pemerintah dalam pemilu dan menolak kebijakan kenaikan pajak bahan bakar yang di nilai menekan ekonomi masyarakat kelas bawah. Beberapa jam sebelum aksi di mulai, pengguna media sosial di Dar es Salaam, Dodoma, dan Arusha melaporkan hilangnya akses ke platform seperti WhatsApp, X (Twitter), dan Facebook. Tak lama kemudian, seluruh jaringan internet seluler lumpuh, diikuti padamnya listrik di sejumlah kawasan.

Langkah tersebut membuat ribuan warga kehilangan akses komunikasi, sementara jurnalis dan lembaga berita tidak dapat melaporkan situasi lapangan. Banyak pihak menilai, tindakan ini bukanlah kebetulan teknis, melainkan keputusan terencana untuk membungkam suara publik dan menutup ruang diskusi digital. Amnesty International dalam pernyataannya menyebut bahwa pemadaman internet adalah “bentuk baru dari represi modern” yang sering di gunakan oleh rezim otoriter untuk mengendalikan narasi publik.

Pemadaman Internet dengan krisis ini juga menimbulkan pertanyaan besar tentang tujuan pemerintah di balik tindakan ekstrem tersebut. Apakah langkah itu di lakukan demi keamanan nasional, ataukah untuk melindungi kepentingan politik jangka pendek? Pertanyaan inilah yang kini menggema di berbagai media internasional dan menjadi fokus penyelidikan oleh komunitas global.

Pemerintah Tanzania Dan Narasi Keamanan Nasional

Pemerintah Tanzania Dan Narasi Keamanan Nasional, melalui juru bicara Kementerian Komunikasi dan Teknologi Informasi, menyatakan bahwa pemadaman internet dan listrik di lakukan sebagai “langkah darurat untuk melindungi keamanan nasional dari ancaman di sinformasi dan potensi sabotase.” Menurut mereka, media sosial telah menjadi sarana penyebaran kebencian, hoaks, dan provokasi yang dapat memicu kekerasan di tengah masyarakat. Namun, banyak pihak menganggap alasan tersebut tidak proporsional dan menjadi pembenaran atas tindakan represif terhadap rakyat sendiri.

Dalam beberapa tahun terakhir, hubungan antara pemerintah Tanzania dan komunitas digital memang memburuk. Setelah di berlakukannya Undang-Undang Cybercrime pada 2015 dan di susul dengan Peraturan Online Content 2020, pemerintah memiliki wewenang luas untuk memblokir situs atau akun media sosial yang di anggap melanggar norma sosial atau membahayakan ketertiban umum. Namun, aturan ini sering di salahgunakan untuk menekan media independen dan aktivis.

Sejumlah jurnalis mengaku bahwa mereka telah menerima peringatan keras dari otoritas komunikasi nasional agar “tidak menyebarkan informasi negatif” selama periode protes. Situasi ini menggambarkan pola yang mengkhawatirkan di mana kebebasan pers semakin terkikis.

Ketika pemadaman internet terjadi, banyak warga berusaha mencari akses melalui VPN (Virtual Private Network), namun server VPN pun di laporkan ikut di blokir. Layanan satelit internasional seperti Starlink bahkan di batasi penggunaannya oleh otoritas telekomunikasi Tanzania. Langkah-langkah ini menunjukkan upaya sistematis untuk mengisolasi masyarakat dari dunia luar.

Dengan dalih keamanan, pemerintah seolah menempatkan seluruh rakyat dalam “kurungan digital.” Padahal, di tengah dunia yang semakin terhubung, transparansi dan akses informasi justru menjadi kunci membangun kepercayaan publik. Banyak pihak menilai bahwa langkah pemerintah Tanzania kali ini justru berpotensi menciptakan efek sebaliknya—meningkatkan ketidakpercayaan masyarakat terhadap institusi negara.

Suara Internasional: Dunia Mengecam Pemadaman Digital Dengan Pemadaman Internet

Suara Internasional: Dunia Mengecam Pemadaman Digital Dengan Pemadaman Internet dengan cepat bereaksi terhadap situasi di Tanzania. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), melalui Kantor Komisaris Tinggi untuk Hak Asasi Manusia, menyatakan keprihatinan mendalam dan mendesak pemerintah Tanzania untuk segera memulihkan akses internet serta menjamin keamanan warga. Dalam pernyataan resmi, PBB menegaskan bahwa pemadaman internet berskala nasional merupakan pelanggaran terhadap hukum internasional karena membatasi kebebasan berekspresi dan hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan publik.

Uni Afrika juga mengeluarkan pernyataan serupa, menilai bahwa tindakan tersebut “tidak sejalan dengan semangat demokrasi yang sedang tumbuh di benua Afrika.” Organisasi regional tersebut bahkan menyerukan agar negara-negara Afrika Timur membentuk mekanisme perlindungan digital, guna mencegah penyalahgunaan kekuasaan terhadap akses internet di masa depan.

Amnesty International dan Human Rights Watch menjadi dua lembaga paling vokal dalam menyoroti kasus ini. Mereka menilai bahwa pemadaman internet di Tanzania merupakan bukti nyata penurunan kualitas demokrasi di negara yang sebelumnya di anggap stabil secara politik. Dalam laporan Amnesty bertajuk “Digital Darkness: The Suppression of Speech in Tanzania”, di sebutkan bahwa sejak tahun 2020, pemerintah telah berulang kali melakukan sensor terhadap konten media online, termasuk memblokir situs berita independen.

Lembaga-lembaga internasional mendesak agar Dewan Hak Asasi Manusia PBB melakukan investigasi mendalam. Termasuk kemungkinan penerapan sanksi diplomatik terhadap pejabat yang terlibat dalam keputusan pemadaman. Sejumlah anggota parlemen Eropa bahkan mengusulkan agar bantuan ekonomi ke Tanzania ditinjau ulang jika pemerintahnya terus melakukan pelanggaran serupa.

Kecaman internasional ini menunjukkan bahwa dunia kini memandang akses internet sebagai bagian integral dari hak asasi manusia. Sama seperti hak untuk hidup, berpendidikan, dan bekerja, hak untuk terhubung ke dunia digital telah menjadi kebutuhan vital masyarakat modern. Pemadaman internet, dalam konteks ini, bukan sekadar gangguan teknis, tetapi bentuk kekerasan struktural yang menargetkan kesadaran publik.

Refleksi Dan Jalan Ke Depan: Menegakkan Hak Digital Sebagai Hak Asasi

Refleksi Dan Jalan Ke Depan: Menegakkan Hak Digital Sebagai Hak Asasi krisis pemadaman internet. Dan listrik di Tanzania membuka babak baru dalam perdebatan global mengenai hak digital dan kebebasan informasi. Dunia kini menghadapi kenyataan bahwa kontrol atas jaringan digital bisa di gunakan sebagai alat politik. Dalam konteks ini, masyarakat internasional mulai menuntut pengakuan hukum yang lebih kuat terhadap hak digital dalam kerangka hak asasi manusia.

Para pakar HAM menekankan pentingnya regulasi internasional yang melarang pemadaman internet secara sewenang-wenang. Sama seperti pelarangan penyiksaan atau sensor media massa, pembatasan akses internet harus di atur secara ketat dengan mekanisme pengawasan independen. Jika tidak, praktik ini akan terus di gunakan oleh pemerintah otoriter untuk mempertahankan kekuasaan.

Tanzania kini berada di persimpangan jalan. Di satu sisi, negara ini memiliki potensi besar untuk tumbuh sebagai pusat ekonomi digital di Afrika Timur. Namun di sisi lain, tindakan represif terhadap warganya justru merusak citra tersebut. Jika pemerintah ingin mengembalikan kepercayaan publik, langkah pertama yang harus di lakukan. Adalah memulihkan akses penuh terhadap internet dan listrik, serta menjamin bahwa hal serupa tidak akan terulang di masa depan.

Pendidikan digital dan literasi media juga menjadi kunci penting. Pemerintah seharusnya mengedukasi warganya untuk melawan di sinformasi melalui pemahaman teknologi, bukan dengan menutup akses sepenuhnya. Di tingkat global, lembaga-lembaga seperti PBB dan Uni Afrika di harapkan membentuk. Piagam hak digital yang menegaskan bahwa pemutusan akses internet tidak bisa di jadikan alat politik.

Pada akhirnya, kisah Tanzania menjadi peringatan keras bagi dunia: bahwa kebebasan tidak hanya bisa hilang. Melalui peluru dan penjara, tetapi juga melalui klik tombol yang memutuskan koneksi jutaan orang dari dunia.

Era digital telah menjadikan internet bukan sekadar alat komunikasi, tetapi ruang eksistensi bagi masyarakat modern. Memadamkannya berarti memadamkan bagian penting dari kemanusiaan itu sendiri dengan Pemadaman Internet.

Exit mobile version